Di Bali terdapat dua bentuk masyarakat, yakni masyarakat Bali Aga atau masyarakat asli Bali yang saat ini menetap di desa-desa di daerah pegunungan dan sangat kurang menerima pengaruh kebudayaan Hindu-Majapahit, namun saat ini banyak pula terjadi perubahan-perubahan dari masyarakat ini akibat pengaruh dari komunikasi modern, pendidikan serta proses modernisasi.. Yang kedua adalah masyarakat Bali yang dahulunya merupakan pendatang dari Jawa tepatnya pada masa Majapahit, yang mana masyarakat ini menetap di daerah-daerah dataran.
Pulau Bali dibelah menjadi dua oleh pegunungan yang membujur dari barat ke timur, sehingga membentuk dataran sempit di utara dan dataran yang lebih besar di selatan. Pegunungan itu mempunyai arti penting dalam pandangan hidup dan kepercayaan penduduk. Karena tempat-tempat suci berada di gunung dan itu sangat dikeramatkan, maka timbul istilah kaja untuk orang-orang Bali utara, yaitu menuju gunung dan bukan menuju arah utara malah sebaliknya menuju ke arah selatan. Sedangkan orang-orang Bali pada umumnya mengenal kaja merupakan arah utara, dan ini berlaku untuk penduduk Bali bagian selatan. Konsep kaja-kelod ini sangat besar pengaruhnya bagi masyarakat Bali, seperti dalam upacara agama, letak bangunan rumah dan tempat-tempat suci. Bahasa Bali merupakan bahasa daerah dan merupakan salah satu bagian dari bahasa nasional. Peninggalan-peninggalan prasasti dari zaman Bali-Hindu menunjukkan adanya suatu bahasa Bali kuno yang agak berbeda dengan bahasa Bali sekarang, yang mana bahasa ini mengandung banyak banyak kata-kata Sanskerta, yang kemudiannya terpengaruh juga oleh bahasa Jawa Kuno dari jaman Majapahit, ialah jaman waktu pengaruh Jawa besar sekali kepada kebudayaan Bali. Di Bali pun berkembang kesusastraan lisan dan tertulis yang berupa puisi dan prosa klasik, yang dibawa ke Bali pada saat masuknya Majapahit.
Angka-angka dan Data-data Biografi
Bentuk Desa
Di samping itu, sebuah desa merupakan pula kesatuan keagamaan yang ditentukan oleh Kahyangan Tiga, Yaitu Pura Desa, Puseh dan Dalem. Konsep mengenai arah Kaja-Kelod tadi sangat penting yang mana hal-hal yang dianggap suci dan keramat biasanya diletakkan di arah kaja dan hal-hal yang biasa diletakkan di arah kelod. Pada daerah yang mempunyai sistem banjar terdapat bangunan bale banjar tempat warga melakukan rapat dan berbagai kegiatan lainnya, sedangkan di sekelilingnya terdapat perumahan warga banjarnya, yang mana masing-masing pekarangan rumah warga memiliki bangunan tempat suci, bangunan rumah untuk tempat tidur, dapur, lumbung tempat menerima tamu, yang mana ini disebut dengan uma.
Selain bercocok tanam, beternak juga merupakan usaha yang penting dalam masyarakat pedesaan di Bali. Hewan ternak yang utama adalah babi yang biasanya digarap oleh para wanita sebagai sambilan dalam mengurus rumah tangga, dan sapi yang berhubungan pula dengan pengolahan lahan pertanian.
Mata pencaharian lain adalah perikanan baik darat maupun laut. Perikanan darat umumnya merupakan sambilan dari penanaman padi di sawah, jika air tersedia di sepanjang masa itu ada. Biasanya jenis ikan yang dipelihara adalah ikan mas, karper dan mujair. Sedangkan perikanan laut sudah tentu berada di wilayah sepanjang pantai yang dilakukan oleh nelayan yang biasanya menggunakan alat-alat berupa perahu (jukung).
Di Bali terdapat pula cukup banyak industri dan kerajinan rimah tangga perseorangan , atau usaha setengah besar yang meliputi kerajinan pembuatan anyaman, patung, lukisan, benda-benda mas, perak dan besi, perusahaan mesin-mesin, pabrik-pabrik kopi, rokok dan yang lainnya.
Karena Bali menarik dari segi pemandangan, aktivitas adat, keagamaan dan kesenian, maka banyak wisatawan dating ke Bali, sehingga berkembanglah fasilitas-fasilitas yang menunjang kepariwisataan tersebut seperti perhotelan, toko, travel dan yang lainnya.
Sistem Kekerabatan
Pada umumnya seorang pemuda Bali itu dapat memperoleh seorang istri dengan dua cara yaitu dengan meminang (memadik/ ngidih) kepada keluarga seorang gadis, atau dengan cara melarikan seorang gadis (mrangkat/ ngrorod), yang mana kedua cara itu sesuai dengan adat.
Sistem Kemasyarakatan
Agama
Tempat beribadah agama Hindu di Bali pada umumnya disebut Pura. Pura ada yang bersifat umum, ada yang berhubungan dengan kelompok sosial seperti pura Kahyangan Tiga, ada yang berhubungan dengan organisasi khusus seperti subak dan seka serta ada yang merupakan tempat pemujaan leluhur dari klen-klen tertentu, yang disebut sanggah atau mrajan, yang mana semuanya mempunyai hari perayaannya sendiri-sendiri.
Sistem tanggalan Hindu Bali terdiri dari 12 bulan yang lamanya 355 hari, tetapi juga kadang 354 atau 356 hari. Orang menghitung dengan kedua bagian dari bulan, yaitu bagian bulan terbil disebut pananggal, dan bagian bulan mengecil yang disebut pangelong. Tiap-tiap bulan penuh atau purnama dan tiap bulan gelap atau tilem ada pula upacara kecil di tiap-tiap keluarga orang Bali. Kalau upacara tadi jatuh bersamaan dengan upacara pada suatu kuil atau hari raya tertentu, maka akan dibuatkan upacara yang lebih besar. Pergantian tahun di seluruh Bali dirayakan tahun baru Caka yang jatuh pada tanggal 1 dari bulan kesepuluh (kadasa) yang disebut Hari Nyepi. Pada saat ini orang-orang melakukan penyepian, dan malamnya pantang menyalakan api. Pada hari berikutnya disebut ngembak geni dan sudah boleh menyalakan api tetapi masih pantang untuk bekerja.
Sistem tanggalan Jawa-Bali terdiri dari 30 uku, masing-masing 7 hari lamanya, sehingga jumlah seluruhnya ada 210 hari. Perayaan penting sesuai perhitungan ini adalah Galungan dan Kuningan, yang jatuh pada hari rabu dan sabtu pada uku galungan dan kuningan, dan masih banyak upacara yang kecil lainnya. Dari keseluruhannya, di Bali terdapat lima macam upacara (Panca Yadnya) yang masing-masing berdasarkan atas salah satu dari kedua sistem tanggalan di atas:
Dalam pelaksanaan upacara keagamaan di Bali, biasanya ada yang selaku penuntun yakni orang-orang yang bertugas menlaksanakan upacara itu karena sudah dilantik menjadi pendeta yang umumnya disebut Sulinggih. Mereka itu juga disebut dengan istilah-istilah khusus yang tergantung dari keln atau kasta mereka. Istilah Pedanda adalah pendeta dari golongan Brahmana, baik yang beraliran Siwa maupun Buda. Istilah Resi adalah untuk pendeta dari kasta Ksatrya dan sebaginya. Tiap orang di Bali bias meminta pertolongan dari berbagai macam pelaku upacara agama tersebut di atas untuk keperluan pelaksanaan suatu upacara tertentu bagi diri dan keluarganya dalam rumahnya. Dalam hal itu dikatakan bahwa ia berSiwa kepada seorang pendeta, misalnya kepada seorang pedanda Siwa ataupun Buda atau kepada seorang Resi.dalam hal itu seorang sering diberi air suci (tirta) yang berguna untuk upacara keagamaannya.. kuil-kuil umum seperti kuil banjar, kuil subak dan yang lainnya biasanya dipelihara oleh pemangku, yang mana pemangku ini sebelum dinobatkan harus mengalami pengukuhan melalui beberapa upacara tertentu, dan sering pemangku juga mempunyai kepandaian yang dimiliki oleh para pelaku upacara agama pada umumnya, karena juga sering dimintai pertolongan dalam upacara keagamaan.
Masalah Pembangunan dan Modernisasi
Setelah kemerdekaan, Bali masih nampak seperti berabad-abad lalu, dan setelah itu, proses perubahan menjadi amat cepat dan besar. Jumlah sekolah bertambah pesat, pendidikan semakin intensif dan ekstensif, dan banyak pemuda-pemuda yang belajar ke luar Bali dan keluar negeri.
Sekarang telah tampak bahwa proses perubahan masyarakat dan kebudayaan Bali yang amat mencepat itu, telah mendapat efek sampai ke sendi-sendinya.dalam seksi-seksi di atas, keketatan hokum adat mengenai kasta atau klen sudah mulai kendor, dan dalam waaktu yang singkat akan timbuk penyederhanaan dalam sistem upacara keagamaan.
Dalam masa pembangunan ekonomi berdasarkan PELITA, kecuali intensifikasi pertanian dan usaha mengembangkan industri-industri kecil, Bali dijadikan suatu daerah pariwisata yang utama yang member lapangan kerja yang luas kepada masyarakat Bali dan telah menstimulasi sektor kerajinan, seni lukis, seni tari dan seni suara, perhotelan, rekreasi dan transport, namun banyak orang Bali sendiri juga merasakan aspek-aspek negative dari perkembangan itu, yang mengancam nilai-nilai budaya yang mereka junjung tinggi.
ane pernah tinggal di bali,tepatnya 3 tahun di denpasar yg gk enak pas nyepi itu loh,gelap gulita euy
BalasHapusEmang ouy!
BalasHapusKalo nyepi ngga bole ngidupin lampu, makan, keluar rumah! apalagi ya?
hahaha pokoknya seru...
Emang sobat tinggal di bali 3 hari itu liburan ya?
@Vicio rizky